Penambangan Nikel di Banggai, Dibalik Minimnya Pemikiran Hijau
Warna hijau identik dengan alam dan gerakan lingkungan - sebuah keterkaitan yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, tulis James Fox.
Share This Article
Ancaman tambang khususnya galian bijih nikel diprediksi akan terus meningkat menyusul dibukanya ijin disejumlah tempat di wilayah Kabupaten Banggai.
Semua tinggal menunggu penggalian dan pengerukan.
Saat ini penambangan ada di Bunta dengan sejumlah titik, Kecamatan Bualemo di Desa Siuna dan sedang memulai di Kecamatan Toili Barat, Desa Rata.
Kasak kusuk penentangan tambang selama ini hanya berkutat pada pembebasan lahan dan kesempatan bekerja.
Bagaimana dengan pemikiran hijau?
Hampir tidak ada, kalaupun ada itu juga hanya disepakati segelintir orang dari generasi yang masih sangat muda.
Misalnya di Siuna, penambangan bijih nikel sukses berjalan walau tidak dibarengi antisipasi dampak lingkungan.
Di Bunta sendiri penentangan tambang kaitannya pencemaran air bersih berujung pada konpensasi. Tapi tidak pula diikuti program penghijauan untuk menjaga mata air dimasa mendatang.
Yang terbaru, aktivitas penambangan di perbatasan Banggai-Morowali Utara. Sebagian besar lebih cenderung berbicara tentang tanggung jawab sosial dan pembebasan lahan.
Disini hampir tak ada pemikiran tentang lingkungan atau kami menyebutnya pemikiran hijau.
Kenapa harus warna hijau ?
Pemikiran hijau dalam sejarahnya dimulai 1970, ketika sekelompok hippie dan aktivis berkumpul di Vancouver, Kanada untuk membahas rencana uji coba nuklir di Pulau Amchitka, Alaska, tulis BBC Indonesia dalam artikel.
“Mereka akhirnya setuju untuk berlayar ke lokasi pengujian tersebut dan memprotes secara langsung rencana ledakan itu”
“Di akhir pertemuan, ketua perkumpulan itu mengangkat dua jari dan berteriak “Peace!(Damai),” kutip BBC.
Tidak lama, seorang peserta muda menyusul pernyataan itu dengan kalimat yang sekarang menjadi abadi: “Mari kita buat sebuah perdamaian hijau (green peace)”.
Selama 50 tahun terakhir, gerakan lingkungan telah menjadi begitu erat terkait dengan warna hijau sehingga hampir tidak mungkin untuk melihat poster hijau, label atau tas daur ulang tanpa memikirkan masa depan planet kita.
Itulah mereka, kesadaran tentang lingkungan dan menjaganya seolah tak menarik. Padahal, sektor agraria masih sangat menjanjikan untuk membangun kabupaten ini.
Tapi kecenderungan mengahsilkan PAD dari pemanfaatan kegitan yang tak ramah lingkungan masih menjadi andalan pokok.
Informasi terbaru ribuan hektar di Kecamatan Batui dalam waktu tak lama lagi akan menjadi lahan eksplorasi baru lagi, tepatnya di Desa Sinorang dan Sukamaju (Maleo Jaya).
Disini sejumlah kelompok atas nama adat tengah menyusun dokumen ganti rugi lahan, yang sebenarnya berstatus hutan negara.