22 September 2023
×
×
Today's Local
22 September 2023
Tutup x

Memburu Camat Batui yang Mesti Dieksekusi Mati

Bibang Ibu Badarusalam percaya hanya sedekah yang bisa menyelamatkan sang anak dari kejaran PRRI/Permesta

Pasukan KNIL tulang punggung Permesta.

“Mana Badarusallam, dimana dia ? Atau saya tembak semua orang Batui,” Bentak keras anggota Permesta bersenjata lengkap dirumah panggung yang hanya dihuni Bibang sang Ibu.

Seluruh isi rumah dihancurkan termasuk foto hitam putih pose Badarussalam jadi sasaran anggota PRRI/Permesta yang kalap.

Ini terjadi pada 1958 kala pimpinan Permesta Ventje Samuel memindahkan markasnya dari Makassar ke Manado, dan akhirnya bagian timur Sulawesi ikut bergolak.

Kele (Nenek) Bibang hanya menatap sinis dan sesekali lantang membantah. “Tidak ada Daru, silahkan pergi,” tegas Bibang melindungi keberadaan putranya.

Operasi pencarian itu tetap berlanjut, sekitar 25 anggota Permesta berkeliling Batui mencari keberadaan Daru sapaan karib Badarusalam dari sang Ibu.

Memang Daru atau lebih dikenal  B. Sallam secara luas merupakan tokoh penting yang menjadi target eksekusi pemberontak Permesta.

“Bagaimana tidak, Daru adalah satu-satunya kepala distrik (camat) yang memilih menjadi bagian kelompok GPST (Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah),” tutur Aidah Ali adik seibuan B. Sallam, pada 2018 silam, sebelum mangkat.

Sementara masa itu, menurut Aidah, hampir kebanyakan tokoh sentral sudah mencari jalan aman dengan berafiliasi dengan Permesta yang underbownya di backup Amerika dan Belanda.

“Kele Bibang paham itu. Dia tidak takut diancam tembakan,” ujarnya berkisah.

Saat itu Bibang awas sembari menjepit pisau dipinggang, hingga tentara pemberontak itu pergi.

Sebagai orang yang mendalami islam, Bibang segera mengambil seluruh koin tabungan dan dibagikannya ke warga sekitar.

Ia percaya hanya sedekah yang bisa menolak bala dan menyelamatkan B. Salam dari kepungan Permesta.

“Imbo  – imbo (mari-mari), baru kele Bibang bagi-bagi uang,” kisah Aidah.

Hi. B Salam atau Badarusalam. FOTO: Istimewa for Jurnalbanggai.com
H. B Salam atau Badarusalam. FOTO: Istimewa for jurnalbanggai.com

Kondisi Darurat

“Tak tanggung-tanggung dalam pergerakannya B.Salam dengan tegas menentang dan secara langsung mengkonsolidasikan kekuatan pemuda yang tergabung di GPST untuk menghalau gerakan opensif Permesta” seperti dikutip catatan Budi Siluet pada blog siluetitukamu.blogspot.com.

Diceritakan pula, jangan sampai Banggai jatuh ketangan Permesta sepenuhnya, maka Edi Martono dan Robert M. Tengkow tokoh GPST asal Poso harus turut masuk ke Banggai melakukan perang terbuka serta bergerilya menjelajahi hutan – hutan Balantak, Nambo, Batui hingga Toili.

Dukungan masyarakat terhadap GPST menjadi kunci kelompok ini dapat bertahan dari gempuran tentara Permesta yang memiliki persenjataan lengkap dan terlatih dalam pertempuran.

Kegentingan itu dimulakan ketika Luwuk Banggai menjadi teritori militer Permesta dengan sebutan Daerah Angkatan Permesta dan ditetapkan menjadi Kabupaten oleh Penguasa Milter permesta.

Penangkapan-panangkapan terhadap orang yang diduga pro terhadap pemerintah yang berpusat di Jakarta juga semakin gencar dilakukan oleh pihak Permesta.

Saat itu warga Batui mengungsi dan bersembunyi di sebelah sungai Batui tersembunyi dibalik perbukitan Seseba, yang selanjutnya tempat itu dinamai Markas atau Bulung.

Kini sisa tempat yang kental histori perjuangan telah menjadi perkebunan kelapa sawit PT. Sawindo Cemerlang.