22 September 2023
×
×
Today's Local
22 September 2023
Tutup x

Kasak Kusuk Mengusut Uang Sawit di Koperasi  Maleo

Ada 17 Poin yang disampaikan sebagai klarifikasi oleh pengurus baru KopBun SMS, Petani berharap itu bukan Gertak Sambal

Salah satu lahan warga di reklaiming kembali buntut permasalahan di koperasi SMS. Warga memasang plakat jangan di panen.

KSB pengurus baru Koperasi Kebun Sawit Maleo Sejahtera tegas meminta pihak manajemen PT. Sawindo Cemerlang menjelaskan secara terinci 17 pokok persoalan yang tengah dihadapi saat ini.

Para pengurus pesimis dapat menjalankan perkoperasian sesuai peraturan yang ada apabila pihak merusahaan masih menerapkan aturan main yang sama seperti sebelumnya.

Penegasan itu disampaikan melalui surat klarifikasi yang dilayangkan 14 November 2021.

Yang menarik pada poin tiga menukil dari 17 poin yang ada, Pengurus baru menilai pengurus lama periode 2013-2021, yang juga merupakan karyawan PT. Sawindo Cemerlang adalah biang kerok buruknya pengelolaan manajemen perkoperasian selama ini.

“Pihak pengurus koperasi lama periode 2013 – 2021 jelas tidak dimanajemen dengan baik. Karena pengurus ini terdiri dari sekertaris dan bendahara adalah orang dalam lingkup perusahaan itu sendiri, sehingga secara indipenden perkoperasian tidak dapat dipertanggung jawabkan,” kutip surat yang ditanda tangani ketua baru H Muhtar.

Dipoin lain pula, pengurus baru SMS mengancam dapat menuntut proses pembayaran bagi hasil yang terpending sejak 2016 – 2020. Pengurus baru menyebut dana tersebut masih tersimpan di Kas koperasi hingga saat ini.

Sejumlah petani yang mengetahui perihal klarifikasi itu berharap, ketegasan dari pengurus baru bukan hanya sekedar gertak sambal.

Harapan terbesar adalah dugaan adanya sindikat terselubung di dalam koperasi dan perusahaan bisa terbongkar tuntas.

“Kitorang ada liat, semoga semua serius untuk membenahi bukan cuma gertak-gertakan. Didalam itu diduga ada sindikat” kata salah satu petani yang enggan disebutkan namanya.

Surat klarifikasi ini keluar bersamaan desakan petani ke pemerintah provinsi Sulawesi Tengah untuk memoratorium PT. Sawindo Cemerlang sekaligus melaporkan Dinas Koperasi Kabupaten Banggai yang tidak profesional mengawasi jalannya Rapat Anggota Tahunan pertama semenjak KopBun SMS itu di dirikan tahun 2013 lalu.

Surat klarifikasi
Lembar 2 surat klarifikasi.

KELUHAN PETANI

Memang jauh sebelum pemilihan pengurus baru, perjalanan koperasi perkebunan maleo sejahtera atau yang disingkat KopBun SMS terkesan asal-asal. Baik itu pengelolaan keuangan maupun administrasi pembukuan. Akibatnya 600 anggota koperasi merasa dirugikan.

Abasin salah satu anggota mengatakan, keberadaan koperasi SMS, adapun tidak menggenapkan tidak ada pula tidak mengganjilkan. Bagi dia sama saja.

Ia mengutarakan, sejauh ini buah sawit yang tumbuh diatas tanahnya hanya dibayar pada kisaran 60 hingga 90 rupiah perkilonya.

“Bayangkan harga sawit nasional dari harga Rp 2.100 sampai 2.900 disini cuma dibayar paling tinggi 90 rupiah,” kata Abasin yang mengaku sudah bermitra sebagai anggota plasma sejak 4 tahun lalu. “Trus dimana sisanya, tidak ada penjelasan sama sekali. Siapa yang ambil ? Kita petani tidak tau sama sekali,” imbuh Abasin.

Hitungan Abasin masuk akal, Ia merinci dalam 1 tahun terakhir untuk 1 hektar lahan total diterimanya 3 juta rupiah. Apabila dibagi 12 bulan maka ia mendapatka nilai pendapatan 250 ribu per bulan untuk 1 hektar tanah produktif.

Jika diasumsikan bersama aset didalamnya berupa pohon sawit, lanjut Abasin dia lebih rugi banyak. Hitungnya, nilai pendapatn 250 ribu itu di bagi 120 pohon sawit didalam lahan, yang berarti per pokok tanaman hanya menghasilkan 1.984 rupiah.

“Bagaimana bisa hidup kalau 1 pohon dalam sebulan cuma menghasilkan uang begitu. Lebih bernilai satu pohon tomat,” kata dia kesal.

Tidak selesai disitu, petani ini menambahkan apabila 1 pohon sawit berbuah dengan rata-rata hasil 1 tandan dan memiliki berat 12 kilo dan sebulannya dua kali berbuah maka ada 24 kilo yang dihasilkan. “Kembali 1.984 rupiah tadi saya bagi 24 kilo, berarti sekilonya saya cuma dibayar  82 rupiah. Sedangkan ditempat lain 2.000 rupiah per kilo. Sekarang malah 2900,” rinci Abasin.

Hitungan itu kata dia yang mereka mulai pertanyakan kini, kemana setiap sisa dari 82 rupiah tersebut.

“Ini yang kita persoalkan. Kita tidak bisa menghitung sebulan 250 ribu, karena patut diketahui petani tidak rental atau menyewakan tanah. Tapi menghitung kilo dan nilai setiap TBS,”ucapnya.

Abasin sendiri hanya salah satu dari sekian banyak petani yang memiliki keluhan yang sama. Ada yang lebih tragis, tidak sedikit petani yang sudah menandatangani kesepakatan sebagai anggota koperasi tapi tidak pernah dibayarkan sama sekali.

Persolaan inilah yang sebut petani tidak pernah tuntas.

Saat ini petani sepakat untuk mereklaming lahan mereka dan tidak lagi mengizinkan untuk di panen.

Kata mereka tuntaskan dulu semua hitungan baru bisa, atau minimal siap beli berapa untuk per kilonya. “Jangan asal bayar seperti lalu-lalu, atau mo cuma ambil gratis,” kata Demas Saampap petani asal Honbola.