22 September 2023
×
×
Today's Local
22 September 2023
Tutup x

Sekelumit Cerita Rumah Tiga Baturube dan Keberadaan Orang Bugis

Baturube kian ramai di masanya. Migrasi pelaut Bugis yang memilih untuk menetap di kampung ini mengaku tertarik lantaran keramahan alamnya

Kesibukan di Pelabuhan Penyebrangan Ferri ASDP rute Baturube-Kolonodale.

BATURUBE diperkirakan pertamakali menjadi rumah bagi suku bugis pada awal kemerdekaan NKRI. Konon satu dua saudagar Bugis yang berlayar kepincut menetap setelah melihat geografis Baturube yang sangat cocok untuk bermukim.

Tanah yang subur dan teluk yang damai bagi pelaut Bugis adalah hadiah Tuhan untuk bermukim.

Awalnya hanya ada tiga buah rumah di tempat tersebut dengan posisi membelakangi punggung bukit dan menghadap ke teluk Tolo.

Salah satu rumah itu didiami H Dg Paliwang dan Hj Sakira, tulis bloger AR Abu Bakar pada rumahkaca-rumahkaca.blogspot.com.

Kata dia keluarga ini berasal dari Sinjai (Sulawesi Selatan) dan semenjak itu pula tempat ini dikenal dengan sebutan Rumah Tiga.

Seiring waktu, kerabat dari penghuni rumah tiga mulai berdatangan dan ikut menetap di Baturube.

Pada waktu yang singkat, keberadaan rumah tiga di Baturube seolah menjadi terminal penghubung bagi kapal-kapal layar, rute pelayaran sendirinya terbentuk yang menghubungkan Bungku – Morowali – Baturube –Moilong – Batui dan arah Banggai Kepulauan.

Tak heran hanya paruh dekade pembauran itu sangat cepat terjadi, dominan lewat hubungan perkawinan. Ini kemudian membentuk rantai kekerabatan, seperti orang Batui, Moilong, Baturube hingga Kolonodale.

“Kadang bisa berada di sebuah pesta keluarga yang sama karena keterkaitan kekeluargaan itu,” ujar bebrapa penduduk Baturube berkisah pada Jurnal Banggai.

Hari demi hari Baturube menjadi pelabuhan yang besar dan menempatkannya sebagai dermaga utama yang menghubungkan Morowali dan Banggai.

Saudagar Bugis lainnya yang menetap di Baturube adalah Mangulele, mereka kian mantap menetap di Baturube setelah beberapa gejolak besar sedang terjadi di Sulawesi Selatan. Diantaranya pembantaian rakyat sipil oleh pasukan Belanda atau yang dikenal pembantain Westerling (1946-1947) hingga pemberontakan Kahar Muzakar (950-1952).

Mangulele beranak pinak lalu sebagain besar dari meraka tersebar di Kolonodale, Moilong, Batui hingga Luwuk.

Kini Baturube kian ramai setelah pemerintah membangun pelabuhan penyebrangan Ferry Kolonodale – Baturube. Sedangkan jalur darat berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Banggai.

Secara administratif Baturube adalah salah satu desa di Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara.

Diketahui mereka (orang Bugis) hidup bersama dengan etnis asli Wana dan Taa.

Bugis memilih pantai sedangkan suku asli memilih tinggal di pegunungan dan jauh kedalam hutan.