22 September 2023
×
×
Today's Local
22 September 2023
Tutup x

Jalan Panjang Guru Tua Mengemban Dakwah

Habib Idrus Salim Al Jufri (tengah)/Net

Habib Idrus atau lebih dikenal Guru Tua tidak meninggalkan karangan kitab, namun karya besarnya adalah AI-Khairaat kutip situs resmi alkhairaat.sch.id. AI-Khairaat sendiri merupakan cikal bakal madrasah atau sekolah pendidikan Islam di Sulawesi Tengah.

“Habib Idrus dianggap sebagai inspirator terbentuknya sekolah di berbagai jenis dan tingkatan di Sulawesi Tengah yang dinaungi organisasi Alkhairaat, dan terus berkembang di kawasan timur Indonesia,” tulis situs tersebut.

Sepanjang hidupnya, ulama kelahiran Tarim, Hadramaut, Yaman, 15 Maret 1892 itu mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan umat. Selanjutnya Ia pun dikenal sebabgai sosok yang cinta ilmu.

Diceritakan ketika Habib Idrus muda sekitar 1839 M, Ia disebut sebagai salah satu pelopor perlawanan terhadap penjajahan Inggris yang bercokol di Hadramaut.

Beliau bersama sahabatnya Habib Abdurrahman bin Ubaidillah As-Saqqaf, bersepakat untuk menyalakan api perlawanan terhadap penjajah dan sekutunya .

Salah satu misi mereka adalah melakukan perjalanan ke negara-negara arab merdeka dan dunia luar untuk propaganda dukungan kemerdekaan.

Sayang, rencana dan siasat tersebut bocor ke mata-mata Ingrris, lalu ia tertangkap di pelabuhan Aden saat hendak membawa misi ke Yaman dan Mesir.

Pada penangkapan tersebut, dokumen-dokumen yang ada padanya dirampas serta dicekal pemerintahan Inggris untuk keluar dari pelabuhan Aden. Kala itu Habib Idrus hanya diizinkan dan diberikan pilihan kembali ke Hadramaut atau pergi ke Asia Tenggara.

Maka saat itulah, beliau memutuskan untuk pergi ke Indonesia, sedangkan sahabatnya, Sayid Abdurrahman bin Ubaidillah Assagaf memilih kembali ke Mekkah.

Dan bagi Habib Idrus kedatangannya ke Indonesia setelah diperbolehkan Inggris merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya Habib Idrus pernah ke Nusantara ketika beliau berumur kurang lebih 17 tahun.

Sekelumit dikisahkan, Habib salim ayahanda beliau membawa Habib ldrus berlayar hingga ke kota Manado untuk menemui ibunya Syarifah Nur AI-Jufri serta Habib Alwi dan Habib Syekh yang merupakan kedua saudara kandung Habib ldrus yang telah terlebih dahulu hijrah ke Indonesia.

Pekalongan

Pada kedatanga kedua, Habib Idrus  sempat menetap di Pekalongan untuk beberapa waktu lamanya dan menikah dengan Syarifah Aminah binti Thalib Al-Jufri.

Beliau juga sempat berdagang kain batik. Tak lama kemudian Habib Idrus kembali hijrah ke Solo. Disana Ia dibantu Sayid Ahmad bin Muhammad (mantan muridnya di Hadramaut) yang sudah lama bermukim di Solo.

Mereka pun bekerjasama mendirikan madrasah yang diberi nama “Perguruan Arrabithah Alawiyah”.  Dari situ kemudian beliau pindah ke Jombang dan tinggal beberapa lama di sana.

Dokumentasi Alkhairat

Jombang

Di Jombang sekitar  1926, Habib Idrus berkenalan dengan beberapa tokoh Islam di antaranya K.H. Hasjim Asy’ari pendiri organisasi Nahdlatul ‘Ulama (NU) yang juga pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng.

Dikisahkan kedua tokoh ini menjalin persahabatan yang sangat baik, karena sama-sama pimpinan agama, terutama karena keduanya mempunyai ikatan pemahaman yang sama yakni sebagai penganut paham Imam Syafi’I (ahli sunnah wal-jamaah).

Berangkat dari Jombang itulah, Habib Idrus memilih jalan dakwah ke timur nusantara. Mulai dari Maluku ia melakukan lawatan dakwah di bebeberapa wilayah kecamatan seperti Bacan, Jailolo, Morotai, Patani, Weda, Kayoa dan sebagainya, selanjutnya ke Sulawesi Utara, Sulawesi selatan, Kalimantan dan Irian Barat.

Beliau kemudian berlayar menuju Manado, tak lama berada di Manado Ia mendapat panggilan dari kakak beliau, Sayyid Alwi bin Salim Aljufri di Wani, Palu (Sulawesi Tengah)

Di Wani Habib Jufri diminta mengajar pada sebuah sekolah yang didirikan sang kakak.

Kehadiran Habib Idrus di Wani langsung disambut, kebetulan masyarakat setempat sangat ingin mengenal Islam lebih baik.

Madrasah pendidikan itu diberi nama Al-Hidayah yang mana memiliki kesamaan dengan madrasah yang telah dibangun oleh dua bersaudara, Habib Ali Alhabsyi dan Habib Abdollah Alhabsyi di Tojo Una-Una, Ampana.

Mantap di Wani pada tahun 1930 M Habib Idrus pun pindah ke Kota Palu yang kala itu bernama “Celebes”.

Rupanya di Palu inilah memberikan inspirasi yang kuat untuk tinggal dan menetap dalam rangka melakukan dakwahnya setelah menyaksikan keadaan masyarakat yang masih sangat terbelakang dalam pemahaman ajaran Islam.

Salah satu strategi yang digunakan agar cepat diterima masyarakat Palu, Habib Idrus menerima saran dari beberapa tokoh masyarakat agar dirinya dapat menikahi salah seorang bangsawan Kaili yang juga kemudian menjadi sosok perempuan yang sangat berperan dalam pengembangan Yayasan Alkhairaat Pusat.

Dengan ketetapan hati dan petunjuk dari Allah SWT pada tahun 1931 M Habib Idrus pun menikahi Ince Ami Dg. Sute. Dari perkawinan ini beliau dikaruniai dua orang puteri, Syarifah Sidah Aljufri dan Syarifah Sa’diyah Aljufri.

Perkembangan Alkahairat sebagai media dakwah maju pesat, Alkhairat pun mulai berdiri di Ampana (Kabupaten Tojo Una-Una) setelah madrasah pendidikan Islam sebelumnya yang bernama Al-Hidayah meleburkan dalam Alkhairat.

Dimana Madrasah Al-Hidayah telah memiliki puluhan cabang di wilayah Kabupaten Tojo Una-Una. Peleburan itu merupakan wakaf dari Habib Ali Alhabsyi dan Habib Abdollah Alhabsyi.

Dari Ampana Habib Idrus kemudian membentuk madrasah Alkhairaat di desa-desa atau Distrik pada Onderafdeling Banggai (Luwuk).

Hingga kemudian berpusat di Toima (Kecamatan Bunta kini) pengembangan Alkhairat berlanjut hingga ke Banggai Laut dan Kepulauan.

Habib Idrus Wafat

Tahun 1968, Habib Idrus sakit parah, selama delapan bulan beliau meminum jus kurma. Walaupun dalam keadaan sakit, ia tetap menjalankan majelis mengajar setiap waktu.

Masih dalam suasana ldul Fitri, sakit parah yang telah lama diderita Habib ldrus kembali kambuh.

Bertambah hari sakitnya semakin berat. Maka, Guru, Ulama dan Sastrawan itu wafat, pada hari senin 12 Syawwal 1389 H betepatan dengan 22 Desember 1969 M.

Sebelum menjelang detik-detik kewafatannya, Habib Idrus sudah mewasiatkan tentang siapa saja yang memandikan jenazah, imam shalat jenazah, tempat pelaksanaan shalat jenazah, siapa yang menerima jenazah di liang lahat, muadzin di liang lahat, sampai yang membaca talqin di kubur.

Diketahui selama proses dakwah, Habib Idrus telah mempertaruhkan seluruh hidupnya dalam mengarungi perjalanan panjang dengan berbagai sarana sederhanan ke kepulauan di sekitar Sulawesi dan Maluku untuk menyiarkan pengetahuan Islam.

Beliau berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain menggunakan perahu sampan, gerobak sapi dan hingga berjalan kaki ribuan Mil.

Akan tetapi Guru Tua selalu merasakan kenikmatan di antara pertaruhan jiwanya dan beliau rela memberikan apa saja meski jiwanya sekalipun.

Ketabahannya dalam mengarungi pelayaran itu sampai berbulan-bulan lamanya.

Hingga akhir hayatnya, Habib Idrus berhasil membangun 420 madrasah yang tersebar di seluruh wilayah Palu.

 

Sumber:

  1. Wikipedia
  2. Dg Siame, Norma, Hj (2012), “Perjuangan Sayid Idrus bin Salim Al-Jufri di Bidang Pendidikan Islam Sulawesi Tengah”
  3. Pettalongi, Saggaf S. (2015). “Education Management Analysis of Sayid Idrus Bin Salim Aljufri to Develop Education Institutions (1930-1969) (Case Study on Education Institute Alkhairaat Palu-Indonesia)”
  4. Nur, Minan (2016). “Pengembangan Dakwah AlKhairaat di Kota Palu” AlKhairaat Da’wah Development in Palu City.
  5. Wawancara Syarifah Sadiyah Aljufri (Anak Habib Idrus bin Salim Aljufri)